Jumat, 12 Juli 2013

Sesuatu Yang Tak Wajar Datang Ke Arah Ku (part 1)

       Semua berawal dari perkenalan saat aku mendekati sebuah rak berisi ratusan pensil yang aku hampiri di toko 'Drawing. Toko yang menyimpan ragam jenis bahan-bahan untuk menggambar. Toko yang menurut ku lengkap dari semua toko yang aku kunjungi di kota ini. Oh ya, nama ku Villa dengan dua bersaudara. umur ku 24 tahun. Aku yang tertua dan adik ku baru umur 10 tahun, Gimi panggilannya. Gimi adik ku sekolah tak jauh dari rumah kami. Dia anak yang pintar dalam mencari solusi. Kami tinggal di pinggir kota dengan rumah yang sangat sederhana. Rumah kayu dengan warna kuning pucat yang selalu kita tempati bersama. Ibuku lah satu-satunya keluargaku yang paling berharga dan masih bertahan di rumah ini. Semua takkan pernah terjadi tanpa adanya dukungan dari ibu ku.

Di sela mentari pagi, aku bergegas untuk bangun dan siap bekerja  mengantar kabar-kabar terbaru dari dunia. Dengan ditemani sepeda usang yang selalu menemani ku di kala aku bekerja. "Ibu, aku berangkat dulu..." Kata ku kepada ibu. "Ya, hati-hati di jalan." jawab ibu. Akulah penopang hidup untuk menafkahi keluargaku sejak ayahku meninggal dikarenakan sakit jantung. Waktu pun sudah beranjak jam 5 pagi. Aku pun bergegas pergi. Dengan menyusuri alun-alun kota dan di sinari mentari pagi. Udaranya begitu dingin sehingga aku memakai jaket tebal bekas ayahku. 

Aku pun sampai dengan tepat waktu. "pagi vil" sapa pak dira marketing ditempat ku kerja. "Pagi pak" jawab ku. Aku pun bergegas mengambil beberapa tumpukan kertas yang dipenuhi dengan tulisan dan gambar. Aku keluar mengambil sepeda dan mengayuhnya kembali. Satu demi satu rumah aku hampiri. Dengan keringat yang penuh makna. Walau aku bekerja sebagai loper koran, aku ikhlas dan bangga dapat menginfokan berita-kepada masyarakat. 

Tak terasa matahari sudah terlihat tinggi di atas langit. Akupun menyelesaikan tugas ku sebagai pengantar koran. Setelah bekerja menjadi pengantar koran, aku harus bekerja lagi menjadi dosen di salah satu universitas negeri di kota ini. Memang, hidup tak semudah membalikan telapak tangan. Hidup penuh dengan perjuangan. Aku mengambil kata-kata dari Gen. Collin Powell, "Tak ada rahasia untuk menggapai sukses dan itu dapat terjadi karena persiapan, kerja keras, dan mau belajar dari kesalahan." Menjadi dosen juga menyenangkan. Bisa berinteraksi dengan mahasiswa-mahasiswa yang ingin memperluas wawasan ilmunya. Disini aku mengajar teknik mesin, karena aku lulusan STM mesin dan mengambil kuliah jurusan mesin. Beruntung aku mendapatkan beasiswa sewaktu sekolah, sehingga dana kuliah bisa ringan. Waktu demi waktu terlewati. Tak terasa waktu mengajar selesai. Aku pun memberikan mereka tugas yang ringan kepada mereka, yaitu membuat gambar isometri dari gambar orthogonal dari kertas yang sudah dibagi tadi dan akan dikumpulkan tiga hari lagi. Aku senang mahasiswa disini sangat penuh dengan tanggung jawab. 

waktu menunjukan jam 1 siang. Aku kembali dengan lemas tak berdaya. Perut terasa kosong dan tak bertenaga. "Aku pulang, Ibu sudah masak apa belum?" pinta ku. "Sudah, makan dulu sana. Ada sayur bening sama tempe penyet kesukaanmu", jawab Ibu. Aku bergegas ke dapur. "Ibu tau saja makanan kesukaanku", Kata ku sambil tersenyum. "Halo kak, gimana pekerjaannya" Gimi berkata kepada ku yang sedang makan. "Seperti biasa Gim. Gimana sekolahmu, lancar aja kan?", Jawab ku. "Gurunya kak, aku menjawab ke pertanyaannya dengan benar semua, eh... malah aku disuruh memperbaiki!", dengan nada kesal Gimi bicara. "Loh, kenapa lagi gurumu.". "Katanya ya aku nggak beri solusinya. Tapi aku sudah mengerjakan di kepala ku semua.". "Kamu sudah bilang ke gurunya" . "Sudah kak, tapi dia nggak percaya. karena dia nggak bisa mengerjakaan di kepalanya. katanya aku curang" Berkata Gimi dengan nada kesal. "Bagaimana gurumu nggak meluluskanmu. Karena kau lebih pintar?" kata ku. "Aku juga sudah bilang". "Hufft... sudah kamu tulis lisan aja. gurumu takut tersaingi olehmu mungkin" kata ku sambil mengelus kepala Gimi. "Ya kak", jawab Gimi. 

Selesai makan aku bergegas menyiapkan peralatan melukisku. Melukis adalah salah satu hobby kesukaan ku. penuh dengan artistik, ketenangan, kreatifan, dan keindahan. Aku sering melukis di bukit hutan seberang rumah. Sangat tenang dan dapat menyalurkan ide-ide keanekaragaman dalam melukis. Hutan yang luas sekitar 680 he ini bukan cuma sekumpulan pohon dan tumbuhan saja. di balik bukit itu terdapat danau yang cukup luas, pegununggan dan taman yang begitu indah. Dengan ditumbuhi berbagai macam bunga, seperti bunga tulip, mawar, melati, maupun anggrek. Walau jarang dikunjungi orang, tempat ini cukup bersih dan asri. Persiapan ku sudah selesai, dan aku pergi menuju bukit itu. "Ibu, aku ke bukit dulu ya.", kata ku. "Iya, jangan malam-malam pulangnya", Jawab ibu. "Iya". Aku pun pergi dan melihat cuaca yang tidak begitu panas. Yah, walaupun agak mendung tapi tidak dapat menghentikan ku untuk melukis. Saat sampai di atas bukit, aku memilih tempat yang enak dalam menggambil sudut melukis ku. "emmm... nah, di bawah pohon itu kayanya bagus untuk melukis." Pinta ku sendiri. Aku bergerak menuju pohon itu. Ku buka peralatan melukis ku dan aku mulai mencari inspirasi dalam karya menggambar. Saat dan sesaat. Aku mendengar suara perempuan yang asing di telinga ku yang sedang bernyanyi "na na na,,, ". Aku mencari-cari dimana suara itu berasal. Memandang dengan seksama daerah disekitar aku melukis. Tiba-tiba akupun terdiam dan terhenyak. Melihat seorang gadis paruh baya nan cantik dan Indah sedang bernyanyi di pinggir danau dengan suara yang begitu indah. Aku pun tak bisa berkata-kata dengan melihat ke elokannya. Diam dan diam, dunia se akan berhenti berputar. suara hembusan angin begitu lembut mnyelimuti ku. Apakah Gadis ini adalah anugerah Tuhan yang sempurna sehingga aku terpaku dan terpana melihatnya?


To be continued...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar